
TANGERANG SELATAN – Kasus operasi tangkap tangan (OTT) pemberian THR antara pegawai Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) disarankan untuk menggunakan sanksi displin pegawai, bukan hukum.
Pendapat itu dilontarkan alumnus UNJ Retno Listiyarti dalam diskusi online Kampus Merdeka bertajuk “Selamatkan Marwah UNJ Sekarang Juga” via aplikasi zoom.
Diskusi yang diikuti oleh lebih dari 150 peserta tersebut menghadirkan pembicara, Tenaga Ahli Utama Kepala Staf kepresidenan (KSP), Ali Mochtar Ngabalin; Mantan Auditor BPK, Dr. Cris Kuntadi; Retno Listiyarti dan Direktur Lembaga Transformasi Sosial Indonesia, Supriyanto Prasaga.
Retno menekankan permasalahan OTT THR di kemendikbud harus dilihat dari semua sisi. Sebab kemungkinan besar, kata dia, yang seharusnya dibenah adalah Kemendikbud.
“Jangan diarahkan ke UNJ saja. Tapi Kemendikbud diselidiki juga. Apakah betulan ada permintaan uang? Itulah tugas Itjen sendiri, mencari tahu apakah ada penyelewengan dan lain-lain. Kalau ada, harusnya lakukan pembenahan,” pungkasnya.
Retno menyarankan penyelesaian kasus dilakukan dengan pendisiplinan pegawai, bukan hukum. “Saya berharap Mendikbud Nadiem memandang masalah dengan jernah dan adil. Saya juga berharap Kemendikbud melakukan pembenahan dan penyelidikan. Kalau memang tidak bersalah atau tidak ada upaya keterpakasaan memberi uang itu ya nanti bisa dibahas urusannya,” ujarnya.
Baca Juga: Polda Metro Bakal Gelar Perkara Kasus THR UNJ
Sementara itu, Ali Mochtar Ngabalin yang juga hadir dalam diskusi tersebut meminta, agar penegak hukum untuk secepatnya menyelesaikan kasus UNJ. Hal itu menurutnya sangat penting untuk mengembalikan kehormatan UNJI dan nama baik rektornya.
“Cepat selesaikan kasus ini dan kembalikan kehormatan kampus dan nama baik Rektor UNJ,” tegas, Tenaga Ahli Utama KSP tersebut.
Sedangkan Direktur Lembaga Informasi dan Transformasi Sosial Indonesia, Supriyanto Prasaga menilai kemungkinan Rektor UNJ dijebak oleh oknum di internal Kemendikbud.
Sumber: Okezone