Vinkmag ad

Penumpang Gelap di Masa Pandemi, Korban PHK Berpotensi jadi Teroris

Yusli Effendi

Yusli Effendi saat menjadi narasumber di acara Sustainable Development Goals of United Nations beberapa waktu lalu- foto twitter @yuslieffendi

Wabah Covid-19 terbukti tidak menjadi halangan bagi kelompok terorisme baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara untuk terus mengaktifkan pergerakannya. Bahkan jaringan ini terus bergerak dengan mengeksploitasi kesulitan masyarakat terdampak pandemi. Berikut hasil wawancara dengan Pakar Terorisme Universitas Brawijaya Malang, Yusli Effendi, S.IP, MA.

Bagaimana Anda melihat perkembangan terorisme di masa Pandemi Covid – 19 secara umum, baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara?

Kalau bicara perkembangan terorisme di era pandemik itu ada mixed respons atau ada campuran.  Pandemi itu bisa jadi halangan bagi kelompok-kelompok teroris, bisa jadi juga peluang. Peluangnya bisa dilihat dari bahwa mereka makin memperkuat narasi, contohnya karena ada kesulitan ekonomi mereka menyerang dengan dalih bahwa ini bukti negara-negara kafir itu gagal untuk memberikan kesejahteraan, sehingga mereka mengeksploitasi itu untuk merekrut orang-orang baru, memunculkan narasi-narasi anti pemerintah dan sebagainya, jadi itu bagi mereka itu adalah peluang.

Tapi di sisi lain juga tantangan, karena kelompok-kelompok teror itu tidak bisa menjalankan iddat,tadribatau latihan seperti biasanya. Mereka biasanya ke hutan-hutan untuk latihan memanah dan latihan tadrib militer.Tapi gara-gara covid-19 ini mereka tidak bisa.Namun itu bukan berarti mereka diam, mereka tidak ke hutan tidak latihan memanah, tidak latihan perang, tidak tadrib tapi mereka mengembangkan kemampuan yang lain, contohnya merakit bom.

Yusli Effendi

Jadi di sisi lain Covid-19 ini memperlambat gerak mereka, tapi di sisi lain juga membuka peluang untuk mengeksploitasi kesulitan masyarakat. Terutama kesulitan ekonomi, kegagalan pemerintah untuk memproteksi memberikan ketahanan pangan,memberikan bantuan sosial, itu yang mereka manfaatkan betul.

Kelompok apa saja yang meningkatkan aktifitasnya?

Kelompok teroris di Indonesia ini ada yang pro ISIS dan ada yang pro Al-Qaida, mereka mengikuti imamnya.ISIS di pusat memanfaatkan pandemi untuk menambah luka negara-negara kafir,mereka bilang inilah saat untuk lebih mengintensifkan serangan, ini adalah wabah yang merupakan azab bagi negara kafir yang kemudian menindas orang orang Islam, saatnya kita memperdalam luka mereka”.

Kelompok – kelompok pro – ISIS itu juga tetap melakukan amaliahatau aksi. Contohnya kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Batang kan ditangkap juga oleh Densus 88. Jadi mereka memanfaatkan betul masapandemi ini untuk juga melakukan amaliah atau aksi.

Apalagi kemarin waktu di bulan suci Ramadhan, bagi mereka Ramadhan adalah bulan amaliah, bulan pengorbanan, jadi lebih pas untuk melakukan amaliah. Jadi ada berapa yang ditangkap di Kabupaten Batang ada di Batam ada di Sulawesi, itu adalah bukti bahwa mereka juga melihat fadilah bagi mereka. Ada keutamaan bulan Ramadhan, ini saat untuk mendapatkan berlipat-lipat pahala amaliah di saat masyarakat juga sedang kesulitan untuk mencari penghidupan, nah  mereka manfaatkan itu.

Apakah ada pola rekrutmen dan pola serangan yang diperbaharui memanfaatkan momentum wabah Covid-19 dimana semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang aktif di dunia maya?

Kita bisa melihat itu, termasuk di Indonesia kita melihat bahwa pola-pola radikalisasi, pola – pola rekrutmen itu banyak memanfaatkan media sosial. Muncul narasi-narasiakhir zaman, contohnya ya kita tahu di awal Ramadhan itu sudah muncul narasi soal Ad-Dukhan atau asap tebal “ini akan ada asap tebal, kabut tebal di 15 Ramadhan,” nah sudah muncul itu berupa narasi. “Ini bukti kita sudah memasuki zaman akhir, kita harus siap-siap.”Mereka sangat suka menggunakan hadis-hadis akhir zaman itu,“ini kita sudah di akhir zaman, kita harus perbaiki Islam kita dan menyerang mereka yang kafir”itu sangat dieksploitasi oleh mereka.

Narasi-narasi itu muncul, termasuk dibenturkan dengan Pancasila dengan PKI dengan China. Mereka mau menyerang orang-orang China itu juga karena dikaitkan dengan kemunculan wabah di Wuhan, China dan mereka menganggap itu adalah azab bagi orang-orang China yang menindas, menyakiti Muslim Uyghur di China.

Kondisi seperti ini, bagi mereka adalah peluang untuk merekrut, memperkuat narasi, melakukan radikalisasi di media sosial, walaupun mereka terhambat untuk mobilitas dan latihan – latihan dalam rangka persiapan untuk melakukan aksi-aksi amaliah.

Banyak yang tidak mengetahui bahwa pandemi itu membuat kelompok teroris beradaptasi, kita harus sepenuhnya paham bahwa kelompok-kelompok teroris itu sangat inovatif. Mereka dengan cepat beradaptasi pada perkembangan, karena pandemi maka mereka juga memanfaatkan media media sosial untuk menyebarkan ideologinya.

BACA JUGA  Bantai Leeds 6-2, MU Naik ke Posisi 3 Klasemen Liga Inggris

Setelah ISIS bilang “ini saatnya yang lebih pas lagi untuk memperdalam luka negara-negara kafir, aparat-aparat thogut,” maka setelah itu pola rekrutmen mereka berdaptasi secara lebih tertutup melalui berbagai saluran yang memungkinkan, termasuk media sosial.

Karena pergerakan secara fisik terbatas, mereka juga melakukan kampanye lewat media sosial dengan membuatnarasi  – narasi sesuai dengan tujuan mereka. Jadi di masa pandemic ini mereka tetap melakukan pergerkan.

Sementara itu keluarga pelaku terror yang kepala keluarganya karena di penjara, itu mereka terjaga dengan suplai makanan, bantuan keuangan dan sebagainya.

Terkait dengan pola serangan, mereka lebih banyak memanfaatkan kelengahan aparat serangan-serangan individual micro attactdimana 1 orang menyerang aparat itu menjadi pola-pola baru yang memudahkan mereka untuk tidak mudah terdeteksi ini.Inilah pola serangan yang banyak kita lihat di penangkapan-penangkapan di Indonesia timur atau pun di Kabupaten Batang.Mereka bergerak sendiri-sendiri, karena bergerak berjemahan kini semakin sulit karena masa pandemik juga, selain itu karena ada pembatasan sosial ini.

Saya tekankan, pola rekrutmen beradaptasi dengan banyak mengeksploitasi media sosial, memunculkan narasi-narasi perlawanan kafir thogut lewat kelemahan negara untuk menangani krisis kesehatan dan krisis ekonomi.Sementara untuk pola serangannya mereka menyerang aparat – aparat yang lengah itu sendirian sendirian, ini yang berubah dan beradaptasi.

Menurut Bapak, apakah korban PHK atau masyarakat yang mengalami tekanan hidup terdampak Covid-19 berpotensi untuk menjadi kader potensial sebagai teroris?

Kalau ditanyakan apakah ada dampak kesulitan ekonomi seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) itu pada rekrutmen atau radikalisasi, jawabanya ada.Memang ada banyak penyebab orang menjadi teroris ya, tidak satu, tidak tunggal atau tidak monokausal.Ada banyak alasan, salah satunya adalah ekonomi.

Jadi ketika orang terhimpit ekonomi itu, juga membuat orang sempit pikirannya sehingga mudah untuk di ajak melakukan tindakan-tindakan yang menjadi anarkis,untuk melampiaskan dari himpitan ekonomi.Jadi korban PHK yang makin banyakdimasapandemi itu, bisa potensial untuk dieksploitasi dimanfaatkan kelompok kelompok teror untuk merekrut memperkuat jaringan.

Contohnya, banyak pelaku atau operator itu adalah dari kelompok kurang terdidik, kenapa? karena yang terdidik nanti dijadikan oleh kelompok ini sebagai master main, pembuat senario. Sementara yang berpendidikan rendah disiapkan untuk menjadi pengantin bom. Beberapa yang ditangkap adalah mantan TKW/TKI mereka dideketin, dinikahin dijadikan istri kedua, direkrut dan kemudian dijadikan disiapkan menjadi pengantin.

Dalam pandangan Bapak, apakah BNPT telah meng-update pola – pola terbaru yang dibutuhkan untuk mencegah teroris “menunggangi” wabah global ini?

Ini yang harus diantisipasi oleh BNPT, bahwa karena kesulitan akibat pandemi itu yang membuat ketahanan pangan berkurang kesulitan ekonomi mereka meningkat bisa dimanfaatkan untuk menambah mereka merekrut sel-sel baru orang-orang baru.

Ramadan yang lalu berapa kali saya diundang mengadakan webinar, yang saya tangkap dari BNPT, yang memang juga mengikutitren contohnya, ada narasi ekstrim di masyarakat, maka BNPT juga mengeluarkan kontra narasi-narasi tanding, narasi damai. Karena ini kan pertarungan ya, jadi kita tidak bisa kemudian mematikan narasi. Misalnya kita melawan mereka dengan menutup Youtube, itu kansebenarnya agak kelewatan. Karena di masa demokrasi seperti ini, maka yang dilakukan adalah kontra narasi.

Ada lagi yang dilakukan BNPT, biasanya mereka merawat hubungan dengan eks-narapida teroris, dengan didatangin dan diberdayakan secara ekonomi.Karena orang habis keluar dari penjara teroris kalau dia tidak punya mata pencaharian itu akan balik lagi. Ini masalah ada 118 napiter yang kemudian siap untuk keluar, kalau mereka tidak disiapkan sebagai orang yang punya penghasilan akan balik lagi. Berapa kali saya melihat, BNPT mengatakan mereka sekarang menghubungi eks narapidana teroris melalui daring karena mobilitas terhambat.Selain itu juga tidak bisa leluasa mendekati mereka, sehingga mereka melakukan kontak dengan eks-napiter dengan komunikasi daring.

Tadi sempat disinggung, China beserta atributnya menjadi sasaran utama terorisme di era pandemi ini?Kenapa China?

Ya ada perkembangan menarik, bahwa ada perubahan target serangan, dulu mereka menyerang musuh yang dianggap jauh seperti foreign enemy, contohnya seperti Amerika Serikat, kafir, simbol penindas dunia Islam atau musuh dekat yaitu orang Islam yang berbeda pemahaman keagamaan dengan mereka.

BACA JUGA  Kejagung Tetapkan 8 Tersangka Kasus Korupsi PT Asabri

Nah, masa Covid-19 ini menariknya adalah mereka yang sebelumnya ada narasi soal ketertindasan MuslimUyghur, mereka menyasar orang Cina dan simbol-simbol Cina sebagai target serangan. Jadi mereka demo, mengkritik ataupun menistakan simbol-simbol Cina di kedutaan dan sebagainya.Mulai menyerang China, mulai memunculkan narasi bahwa Corona itu adalah azab bagi pemerintah Cina yang menindas Muslim Uyghur.

Nah itu dimunculkan mereka.Beberapa yang tertangkap oleh Densus 88 diketahui sedang merencanakan serangan bom atau perampokan, mereka mencari dana itu adalah untuk serangan pada etnis China di Indonesia.  Ini berbahaya, karena muncul perubahan narasi, yang dulu orang barat terus kemudian ada aparat yang thogut, sekarang menyerang orang sipil tapi ber etnis China, itu kan makin luas targetnya.

Sebeleumnya kita melihat di Surabaya, mereka mengebom simbol-simbol keagamaan, mereka mengebom gereja terus menyerang kantor polisi dan membunuh aparat itu.Nah itu sekarang sudah berubah dengan indikasi munculnya narasi anti China.

Menjelang hari Pancasila 1 Juni kemarin, muncul narasi PKI, komunisme,yang kemudian ditarik ke China. China bahwa mereka adalah kelompok atau bangsa yang menindas orang muslim Uyghur sehingga mereka diadzab dengan virus dari Wuhan. Dan mereka layak di serang, yang mana ini menjadi target serangan yang baru dibanding Amerika Serikat.

Terkait dengan pendanaan operasi yang dilakukan oleh teroris, apakah ada perubahan pola dalam strategi pengumpulan dananya?

Pendanaan mereka di masa pandemi ini,sama juga mereka manfaatkan bahwa kesulitan-kesulitan ataupun penindasan di dunia Islam sebagai penarik dana.Sebenarnya kan kita mengenal ada narasi soal Suriah yang ditindas kemudian kita harus mengirim dana itu. Itu juga dimanfaatkan mereka ada kelompok-kelompok yang terhubung pada pemberontak, pada oposan yang bisa dikategorikan teroris ya kalau dari sudut pandang ini kan orang yang ingin mengganti pemerintah resmi Bashar al-Assad, walaupun dia otoriter itu, dia adalah pemberontak. Banyak kemudian penyandang dana seperti Abu Ahmad Foundation itu juga terhubung ke sini menggunakan narasi Suriah sekarang bergerak pada narasi muslim Uyghur itu.

Nah yang menarik adalah orang Indonesia itu terkenal dermawan, terkenal murah hati.Kita tuh nomor tiga bangsa yang paling suka bersedekah, dermawan.Tapi yang harus diperbaiki adalah kepada siapa kita menyumbang dan sampainya ke mana.Ini jangan-jangan yang kita sumbang untuk membantu orang Suriah itu nyasarnya bukan ke orang-orang itu, tapi untuk pembelian senjata para pemberontak, alat-alat untuk melakukan kekerasan itu.

Harus hati-hati termasuk juga teroris, seperti Abu Ahmad Foundation gitu juga sangat terhubung pada kelompok-kelompok ini, dikendalikan oleh janda seorang pelaku teror yang mengorganisir fund raising, penggalangan  ada itu dari Suriyah dengan modal HP saja dan sudah membanjiri rekening mereka. Nah ini juga hati-hati dengan pandemi, terus juga ada narasi anti-pemerintah, narasi anti China, ada kesulitan dunia Muslim dimanfaatkan untuk menggalang dana dan ujung-ujungnya dana yang harusnya untuk masuk ke ranah kemanusiaan jatuhnya untuk pelaku kekerasan, itu bahaya.

Kami mendapatkan informasi bahwa lembaga donasi yang berwajah NGO di Indonesia juga terlibat dalam aksi pendanaan terorisme, bagaimana pandangan Bapak?

Iya kalau ada pertanyaan apakah donatur dari kelompok teror itu bisa berwajah NGO? Itu sangat bisa, karena wujud NGO sebagai pengumpul dana itu memudahkan mereka untuk menarik simpati.  Kita tahu orang Indonesia itu sangat dermawan, kita termasuk bangsa yang murah hati, gampang menyumbang,  kita termasuk bangsa yang nomor nomor tiga di dunia yang paling murah hati. Kondisi ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teror memunculkan banyak varian untuk penggalangan dana, ada yang berwajah seperti filantropi,  pengumpul dana lewat zakat, infaq dan sedekah.

Apalagi ditambah dengan tulisan “mari bantu saudara Muslim yang tertindas di Suriah, mari bantu saudara Muslim yang ditindas oleh rezim Syiah laknat, mari membantu orang Muslim yang tertindas oleh orang China, ini membuat orang sentimen negatif yang muncul dan menyumbang.

Kadang yang harus diperhatikan adalah bahwa NGO ini ternyata adalah wajah lain,topeng lain dari pendanaan untuk kelompok-kelompok teroris. Kita harus lebih membuka banyak bacaan bahwa beberapa aliran dana itu nyampeknya bukan ke masyarakat sipil, namun nyampeknyakepada kelompok – kelompok pelaku kekerasan

BACA JUGA  Bentuk Tim Khusus dari Perguruan Tinggi, Upaya Pemkot Malang Perangi Covid-19

Memang ada, seperti yang saya contohkan adalah Abu Ahmed Foundation(AAF) itu yang masih aktif memberangkatkan bantuan dana ke Suriah dan sekarang mau melebarkan sayap bantuan-bantuan itu juga dialihkan untuk mendanai kelompok – kelompok teror yang menyasar perlawanan pada Pemerintah China karena menindas Muslim Uyghur.  Membantu pendanaan seperti ETIM (East Turkestan Islamic Movement) itu juga dari dana – dana ini.

Ini adalah tindakan mengeksploitasi orang Islam yang ingin menginfakkan sebagian hartanya lewat zakat, lewat sedekah.  Nah ini harus hati-hati, lihat dulu kayak kita juga kan karena terdesak di Indomaret atau di supermarket sisa kembalian 100 rupiah “disumbangkan Pak ya,” itu harus ada pertanyaan itu “kemana?” gitu. Karena kalau tidak ditanyakan ini bisa jadi ke mana-mana, itu kelihatannya 100 rupiah, tapi setiap hari ada ribuan orang, bisa jadi sampai terkumpul 10 juta rupiah. Kita menyumbang ternyata dipakai jalan-jalan ke luar negeri, ya memang tujuan ke luar negeri itu untuk menyalurkan sumbangan, tapi dana tersebut juga dipakai membiayai perjalanan ke luar negeri. Ini kan perlu akuntabilitas ya, jadi harus dicek ya kalau kita menginfakkan kemana, lewat NGO apa? Siapa di belakang NGO ini kita harus cek.

Selain AAF apakah ada NGO lain yang serupa?

Selain AAF mereka itu mereka itu berwajah banyak, jadi kadang-kadang karena AAF ini karena sudah dikenali sebagai jaringan teroris, mereka bisa variatif nih ada dalam nama-nama yang mungkin cukup populer di kita, mungkin harus off the record kayak gini karena masih perlu didanai.  Dari beberapa teman saya melakukan uji forensik pada email itu melihat bahwa ada kelompok-kelompok filantropi Islam, kelompok-kelompok pengumpul dana itu kemudian menyalurkan dananya ke kelompok-kelompok yang akhirnya terhubung pada pelaku kekerasan, nah ini harus hati-hati juga.

Jadi kalau Abu Ahmed Foundation (AAF) ini sudah dikenali sebagai sebagai donatur teroris, itu  iya.Namun yang tidak mudah dikenali itu adalah bagaimana kelompok-kelompok filantropi yang ada ini, penyalurannya kemana? Itu yang agak susah? Jadi kalau dilihat topengnya, ya tidak dapat terdeteksi dengan mudah gitu

Jadi East Turkestan Islamic Movement  atau ETIM atau boleh disebut Uyghur juga ada kemungkinan Uyghur masuk Indonesia?

Ada, jadi beberapa napiter narapidana terorisme itu ditangkap,seperti di Batam itu, saya kemarin ketemu napiter di Lapas di Malang ini,dia ditangkap karena membantu menginapkan seorang aktivis atau pelaku teror yang berafiliasi ke Uyghur dan akhirnya dia ditangkap.

Artinya apa, bahwa Indonesia juga menjadi perlintasan orang-orang ini dia mau berpindah ke Malaysia lewat Indonesia dan Indonesia menjadi tempat yang penting juga untuk disasar mereka untuk diajak bergabung.  Jadi ada kemungkinan, narasi-narasi soal Uyghur yang tertindas narasi perlawanan pada Cina, narasi pemanfaatan isu anti komunis itu juga bisa terhubung ke sini.

Apakah benar mereka bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur?

Bisa jadi, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu adalah kelompok yang taat patuh pada pro ISIS kan, jadi ya mereka sangat aktif seperti Ali Kalora dan sebagainya itu, sangat mudah untuk kemudian memanfaatkan masa pandemi untuk memunculkan narasi bahwa negara ini gagal, negara ini tidak mampu sehingga kita harus melawan balik, negara-negara thogutyang harus dihancurkan.

Bagaimana peran pemerintah dalam kasus ini?

Peran pemerintah itu bisa mencegat, bisa mencegat aliran dana lewat PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan / Financial Transaction Reports and Analysis Centre) yaitu lembaga lembaga pemeriksa keuangan, lembaga-lembaga pemantau keuangan untuk ngecek uang ini sebenarnya dari dari umat ini dimanfaatkan kemana dan untuk apa itugitu. Dan ini harus lebih lebih memanfaatkan teknologi, karena pengiriman bisa lewat internet, pengiriman bisa lewat route funding tidak mudah terdeteksi. Saya yakin bahwa pemerintah punya ahli – ahli forensik keuangan yang bisa mendeteksi aliran dana di lewat lewat jaringan internet maupun dari adanya jaringan yang lain, itulah peran pemerintah pusat di sini (Muhammad Shodiq)

Vinkmag ad

Read Previous

Peringatan HANI, Wawali Sofyan Edi Peringatkan ASN Untuk Tidak Main-Main Dengan Narkoba

Read Next

Lindungi Warga Kampus, UIN Malang Siapkan Buku Pedoman New Normal Life